Titipan doa

Dear all,

Ide awal membuat blog ini adalah memberi tahu keluarga gue di Padang mengenai kegiatan gue selama di Belanda, dan menyimpan kisah perjalanan gue biar nggak hilang di ingatan. Karena pengunjung blog ini sudah ribuan dan gue disupport teman untuk membukukan cerita ini, maka kisah gue ini akan gue edit menjadi 70 halm sesuai syarat redaksi karena total post di blog ini cuma 40 halm. Untungnya masih banyak yang belum gue ungkap di blog.

Doakan hasil karya gue menjadi lebih baik, lebih detil dan lebih bermanfaat ya...
Semoga lolos penerbitan. Amin.

Thx dah mampir.

NOTE: Mau baca yang sudah di edit lengkap? baca di: caprivhia.com

Tuesday, December 27, 2011

Eksotisme Kampung Nelayan Volendam

copas dari web travel,


TEMPO.CO, - Akhirnya saya sampai di Volendam. Di hari yang beranjak siang, kampung nelayan di utara Amsterdam, Belanda, itu tengah diselimuti awan kelabu. Matahari yang telah meninggi masih bersembunyi di balik awan, menimbulkan bayang-bayang lindap yang menyirami Volendam.

Cuaca Volendam pada pertengahan Oktober lalu, saat musim gugur mulai menyapa, memang kurang bersahabat. Awan hitam pekat dan hujan terkadang muncul tiba-tiba menggantikan siang yang cerah. Angin kencang yang membawa hawa dingin nan menusuk juga kerap menerpa. Dan suhu udara di sana saat itu tak pernah beranjak dari 5 derajat Celsius. Ini tentu membuat saya, yang terbiasa dengan hawa panas Jakarta, cukup tersiksa.

Tuesday, August 2, 2011

Part 15: Goodbye camer

Hari terakhir gw bersama camer adalah hari special buat camer. Camer minta dimasakin makanan Indonesia untuk dinner. Waduhhh.. sebenarnya gw bingung mau masakin makanan Indonesia, entar camer nggak suka lagi. Camer gw anti cabe. Kalau dimasakin makanan Padang beneran nanti bisa kapok ma gw, malahan hari terakhir jadi petaka. Jadinya, gw janjikan masakan Ala chef Via!

Part 14: Yang datang dan yang pergi

Di suatu pagi yang cerah, tanpa hujan dan angin dingin yang mana pada saat itu gw lagi bersenang-senang bisa keluyuran, berbelanja tanpa harus terbungkus rapat oleh jaket dan syal tebal, tiba-tiba gw mendapat berita buruk kalo nenek gw meninggal. Di depan sebuah swalayan di Leeuwarden, dekat parkiran sepeda gw menangis terisak-isak sendirian. Untung bule bukan tipe orang yang mau tau urusan orang lain, jadi gak ada yang mendatangi gw dan nanya "kamu kenapa? or, are u okay?".

Monday, August 1, 2011

Seperempat terakhir dari part 13: The Legend of Cap van Elbaria

Day 4: Saatnya meninggalkan Elbaria.

Hari ini gw lega, karena sudah memberi keputusan pada diri sendiri kalau gw berhenti dari karakter sejak kemaren. Sayangnya itu tidak merubah keadaan, gw tambah bosan dan membawa Herr Raphl serta merta keluar dari Elbaria. Walaupun demikian kita tetap hang out around sampai event ini di tutup sesuai jadwal.

Culture shock:
Gw sudah mulai ngepack barang2 gw lebih dulu dari yang lain sebelum hiruk pikuk bersamaan dengan jadwal penutupan. Dan saatnya buat gw bersantai dan menonton orang2 se tenda yang lagi nge pack. In the mean time, gw bisa menggambarkan beberapa adegan yang mana untuk orang Indonesia hal ini tidak layak atau tidak sopan. Tapi untuk budaya barat, itu sudah biasa. Uppsss.. tolong jangan memberi komentar untuk hal ini. Anda cukup mendengar saja.

Seperempat ketiga dari part 13: The Legend of Cap van Elbaria

Day 3: good weather with a bad mood.

Cuaca sudah bagus hari ini, tidak ada hujan deras dan sinar matahari sangat terasa di badan. Inilah harapan gw sedari kemaren supaya gw bisa ikutan berlaga di medan perang. Apalagi semalam ketika gw sudah terlelap, gw terbangun karena teriakan-teriakan pertarungan, teriakan sihir, teriakan kesakitan dan hentak kaki yang berlarian. Gw bangun keluar dari kantong tidur dan mengintip apa yang sedang terjadi. Ternyata jam 3 pagi mereka sedang bertarung. hmm... gw agak iri karena tidak bisa ikutan.

Seperempat kedua dari part 13: The Legend of Cap van Elbaria

Day 2 in Elbaria: Helloww.. i am almost crazy here. crazy becouse of bad weather and crazy of wierd situation. can anybody help?

Cuaca Buruk:
Cuaca di Dronten tempat Shooting Elbaria saat ini hujan, angin kencang dan benar-benar dingin. Cieee... shooting euy. kayak lagi main pelem. Yea..., semua orang bermain dengan kostumnya dan ada tim EO yang mengambil foto dan video dibalik layar, tapi tidak untuk publikasi. Kostum petarung yang gw siapkan tidak cukup menahan angin nan dingin menusuk hingga tulang-tulang gw berteriak kedinginan. Geart bilang cuaca seperti ini baru pertama kali dalam hidup nya. Bukannya karena tidak pernah terjadi hujan dan angin dingin, tapi karena ini summer alias musim panas. harusnya ini hari terbaik gw untuk berlibur. dan situasi seperti ini hanya ada di winter (musim dingin). Namun musim dingin memang akan segera tiba setelah musim panas ini. Tapi sepertinya mereka ingin menyapa gw lebih dekat, memperkenalkan hawa nya yang menakutkan, menampar pipi gw hingga memerah, dan memukul hidung gw hingga tak bernapas. bluhh...

Seperempat dari part 13: The Legend of Cap van Elbaria

Akhirnya gw kembali ke habitat. Ternyata cuaca di Dronten sangat tidak mendukung. Sebaliknya koneksi internet di hutan ini cukup baik. Mari kita belajar menulis lagi di tenda.
Baiklah para pembaca, inilah situasi gw saat ini di Elbaria; celingak, celinguk, hak, hek, oohh, basah, bersin-bersin, kedinginan, sakit kepala, hidung mampet, dan akhirnya menyerah. Sungguh malu rasanya mengubur niat gw yang ingin menguasai Elbaria dalam 4 hari dan membuat legenda Caprivia, yang ternyata cuma menjadi seorang petarung yang nongol pas jam makan doang. :((

Friday, July 22, 2011

Part 12: Persiapan Kostum Akting ke Drachten

Hari ini  Geart lagi menyelesaikan tugas harian nya, yaitu menjahit kostum aktng gw. Hehehe, siapa suruh ajak gw main game. Sebenarnya dia udah menjahit sejak kemaren-kemaren, tapi sehubungan dia bukan tukang jahit, dan mengerjakan sesuatu sendiri itu sudah biasa di negara nya, jadilah menjahit kostum gw selama 4 hari. Kalo cuma sekedar baju gw sih gak rumit. Salah sendiri kenapa di bikin sulit. Kebetulan karakter yang gw pilih adalah petarung, jadi baju gw se enggak-enggak nya mirip Xena deh. hihihi.. lucu gak ya.. jangan2 gw di sana ketawa mulu.

Acting Club 9 tahun:
Geart sudah mengikuti klub tidak terikat ini selama 9 tahun, sejak dia masih sekolah. Acting Club Game ini tidak mewajibkan peserta nya jadi anggota dan iuran tahunan nya juga tidak bernilai, murah baget. Walaupun even nya di gelar setiap tahun, setiap orang tidak wajib ikut dan bebas ikut di even kapan saja. Namun setiap even yang diikuti harus bayar buat makan dan tempat yang sudah di seting sedemikian rupa sesuai tema game. Tema game selalu mengambil abad lalu dan berlokasi di hutan. Untuk kali ini tema nya adalah periode Elbarian.

Part 11: Kejar tayang Rotterdam to Den Haag

Sehubungan tidak banyak yang bisa di liat di Rotterdam dan Den Haag, jadi gw mengunjungi dua kota besar ini dalam satu hari. Jarak antara Rotterdam dan Den Haag juga dekat. Tergantung transportasinya; bisa pakai kereta api atau Metro (kereta api cepat bawah tanah). Sayangnya, yang di sebut Metro tidak sepenuhnya di bawah tanah. Kadang kala stasiunnya juga ada di atas tanah. Sayangnya lagi, yang di sebut cepat itu menurut ukuran gw adalah kecepatan sang kancil yang lagi sakit perut. Soalnya, kereta api biasa antar kota yang berjarak 1 - 3 jam perjalanan di Belanda, bergerak selambat kereka api ekonomi Jakarta-Depok. Tidak ada yang mengalahkan kecepatan kereta AC Pakuan Express di Jakarta yang bisa meniup rambut kita dari posisi lurus ke bawah menjadi lurus ke samping kalo lagi nunggu di stasiun.

Part 10: Jelajah Amsterdam

Harusnya 'menjajah Amsterdam!' bukan menjelajah. Tapi gw tidak cukup kuat untuk menjadi pejuang perwakilan negara Indonesia tercinta demi merebut kembali kekayaan yang telah di rampas negara ini beberapa ratus tahun yang lalu. ggrrr... Negara ini sungguh kaya sekarang, kota nya megah, mewah, bersih dan futuristik. sementara negara ini cuma bisa punya peternakan sapi, domba, sapi lagi, dan domba lagi, dan sapi... sekali kali mereka mengganti ladang rumput makanan sapi dengan tanaman jagung. itu pun bukan buat manusia, tapi untuk makanan babi. Tanah ini tidak bisa memproduksi apapun yang bagus, bahkan selalu mengimpor dari negara lain untuk produk produk terbaik di dunia, termasuk jagung dari Jerman. Dan mengekspor produksi berkualitas rendah ke luar negri seperti Heineken.
Merdeka!!
Mari kita jelajah Amsterdam.